Sumber Cerita.co.id melaporkan bahwa pemerintah tengah gencar memberantas kendaraan ODOL (Over Load Over Dimension) untuk meningkatkan keselamatan transportasi di Indonesia. Sosialisasi program Zero ODOL bahkan akan berlangsung hingga sebulan ke depan. Namun, di balik upaya ini, tersimpan akar masalah yang lebih kompleks daripada sekadar muatan berlebih.
Plt Direktur Utama Jasa Raharja, Rubi Handojo, menyatakan dukungan penuh terhadap program Zero ODOL, berharap program ini akan berdampak signifikan pada keselamatan transportasi. Namun, Sonny Sulaksono Wibowo, perwakilan BPJT dan akademisi, mengungkapkan bahwa regulasi yang lemah dan rendahnya edukasi kepada para pengemudi menjadi titik krusial. Menurutnya, pemahaman pengemudi tentang pengemasan barang, khususnya barang berbahaya (B3), masih sangat minim. "Tidak ada regulasi khusus untuk pengangkutan B3, ini harus dipikirkan," tegas Sonny.

Lebih jauh, Andyka Kusuma dari Forum Studi Transportasi antar Perguruan Tinggi (FSTPT) menekankan pentingnya road map yang terukur dan mempertimbangkan dampak sosial ekonomi. Ia menyoroti bahwa kerugian akibat ODOL bukan hanya materiil, tetapi juga mencakup biaya kecelakaan (accident cost) yang jauh lebih besar dari perkiraan, baik secara ekonomi maupun sosial. "Potensi kerugian ekonomi bisa mencapai 9 miliar rupiah jika korban meninggal adalah anggota keluarga usia 40-an," ungkap Andyka, menunjukkan betapa besar dampak ODOL yang seringkali terabaikan. Kesimpulannya, memberantas ODOL membutuhkan pendekatan holistik, bukan hanya penegakan hukum, tetapi juga peningkatan regulasi dan edukasi yang komprehensif kepada para pengemudi.

Related Post
Leave a Comment