Sumber Cerita.co.id memberitakan kabar mengejutkan terkait proyek baterai kendaraan listrik (EV) di Indonesia. LG Energy Solution (LGES) dan konsorsiumnya resmi membatalkan investasi jumbo senilai Rp 142 triliun (USD 8,45 miliar). Keputusan ini tentu mengejutkan, mengingat proyek ambisius bertajuk "Indonesia Grand Package" ini telah lama direncanakan. Namun, LGES menegaskan tetap terbuka untuk kerja sama lain, khususnya melalui HLI Green Power bersama Hyundai.
Lalu, apa sebenarnya yang membuat LGES mundur? Terdapat tiga faktor utama yang melatarbelakangi keputusan tersebut. Pertama, pergeseran lanskap industri EV global. LGES menyebut adanya "jurang EV", yaitu perlambatan permintaan kendaraan listrik secara global. Harga jual yang tinggi, jarak tempuh terbatas, dan waktu pengisian daya yang lama menjadi beberapa faktor penyebabnya. Hal ini menciptakan ketidakpastian pasar yang memengaruhi perhitungan investasi jangka panjang LGES.

Kedua, meski tidak diungkapkan secara gamblang oleh LGES, terdapat indikasi kekhawatiran terhadap iklim investasi di Indonesia. Beredar kabar di media Korea Selatan mengenai revisi Undang-Undang TNI yang menjadi salah satu faktor pertimbangan. Namun, Menteri Investasi/Kepala BKPM, Rosan Roeslani, menyatakan bahwa keputusan mengakhiri kerjasama justru berasal dari pemerintah Indonesia. Negosiasi yang berlangsung selama lima tahun dinilai terlalu lama dan belum menunjukkan kemajuan signifikan.

Related Post
Ketiga, pergeseran mitra investasi. Indonesia kini menggandeng Huayou, perusahaan teknologi asal China yang telah memiliki investasi di sektor pertambangan nikel di Indonesia. Huayou dinilai lebih memahami industri baterai EV dan memiliki pengalaman di bidang pertambangan nikel, bahan baku utama baterai. Menteri Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa pergantian mitra ini hanya penyesuaian struktur kerjasama, dan proyek tetap berjalan sesuai rencana. Perpindahan dari Korea ke China ini menandai babak baru dalam pengembangan industri baterai EV di Indonesia.
Leave a Comment