Berawal dari artikel Cerita.co.id, ketika Elon Musk mengakuisisi Twitter—kini berganti nama menjadi X—pada 2022, dunia maya dihebohkan. Keputusan-keputusan kontroversial Musk memicu eksodus pengguna, membuka jalan bagi platform alternatif. Salah satunya, Bluesky, kini menarik perhatian banyak orang. Meskipun pesaing seperti Threads dan Mastodon juga muncul, Bluesky menawarkan daya tarik unik yang mengingatkan pada masa kejayaan Twitter. Lalu, apa rahasia di balik popularitasnya?
Baca Juga
Sekilas, Bluesky mirip dengan X, dari antarmuka hingga fitur. Namun, keunikannya terletak pada fitur-fitur yang memprioritaskan personalisasi dan keamanan. Pengguna dapat membuat feed khusus berdasarkan minat, bebas dari algoritma terpusat seperti di X. Fitur "Starter Packs" memudahkan pengguna baru menemukan komunitas relevan, berbeda dengan rekomendasi algoritma yang seringkali impersonal. Fitur moderasi canggih memungkinkan pengguna menyaring kata kunci tertentu dan mengontrol interaksi, menciptakan lingkungan yang lebih aman. Kendati demikian, kekhawatiran akan terciptanya "echo chambers" tetap ada.
Dibangun oleh Jack Dorsey, salah satu pendiri Twitter, pada 2019, Bluesky menggunakan AT Protocol (ATP). Konsep desentralisasi ini memberikan pengguna lebih banyak kebebasan dan membuat platform lebih tahan banting. Namun, tantangan tetap ada.
Baru-baru ini, Bluesky mengalami lonjakan pengguna, terutama di AS, melebihi 20 juta pengguna setelah membuka akses publik. Fenomena "Xodus"—migrasi dari X ke Bluesky—ini didorong berbagai faktor, termasuk ketidakpuasan pengguna terhadap X. Namun, pertumbuhan ini juga membawa tantangan baru, seperti ancaman bot dan ujaran kebencian.
Bluesky menyatakan tak akan menggunakan iklan dan tengah mempertimbangkan model berlangganan. Ini menjamin privasi, namun keberlanjutan finansialnya masih dipertanyakan. Regulasi ketat, terutama di Eropa, juga menjadi tantangan besar.
Bluesky muncul sebagai jawaban atas kerinduan akan media sosial yang lebih inklusif dan aman. Perjalanannya tak mudah, namun keberhasilannya menunjukkan bahwa dominasi satu platform bisa dipecah. Masa depan media sosial mungkin lebih beragam, dengan setiap platform menawarkan keunikannya.
Tinggalkan komentar