Berita kenaikan PPN menjadi 12% yang diberitakan Cerita.co.id telah menimbulkan banyak pertanyaan. Kenaikan ini, yang tertuang dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), resmi berlaku mulai 1 Januari 2025. Namun, apa sebenarnya alasan DPR menyetujui UU ini? Proses panjang dan perdebatan alot di parlemen ternyata melatarbelakangi keputusan tersebut.
Baca Juga
Awalnya, pada Mei 2021, Presiden Jokowi mengajukan rancangan undang-undang ini, yang kala itu masih bernama revisi UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Setelah melalui serangkaian proses, termasuk pembahasan intensif di Komisi XI DPR RI bersama pemerintah, RUU HPP akhirnya memasuki tahap pembicaraan tingkat II. Proses ini melibatkan berbagai fraksi di DPR.
Pada 29 September 2021, laporan dari Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Dolfie Othniel Fredric Palit, yang juga Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU HPP, menyatakan bahwa delapan fraksi—PDIP, Gerindra, Golkar, NasDem, PKB, Demokrat, PAN, dan PPP— menyetujui RUU tersebut untuk dibawa ke rapat paripurna. Hanya satu fraksi, PKS, yang menolak. Setelah melalui berbagai pertimbangan dan negosiasi, RUU HPP akhirnya disahkan dalam rapat paripurna DPR RI pada 7 Oktober 2021 dan diteken Presiden Jokowi pada 29 Oktober 2021.
Meskipun terdapat penolakan dari satu fraksi, persetujuan mayoritas fraksi DPR atas UU HPP menunjukkan adanya pertimbangan-pertimbangan strategis yang dianggap penting untuk perekonomian nasional. Meskipun detail alasan masing-masing fraksi perlu ditelusuri lebih lanjut, pengesahan UU ini menandakan adanya kesepakatan politik dan komitmen untuk mereformasi sistem perpajakan di Indonesia. Kenaikan PPN sendiri diharapkan dapat meningkatkan penerimaan negara dan mendanai berbagai program pembangunan.
Tinggalkan komentar