Sumber Cerita.co.id melaporkan maraknya penolakan masyarakat terhadap penggunaan sirine dan strobo untuk pengawalan pejabat yang menerobos kemacetan. Keengganan memberikan jalan bagi kendaraan pejabat ini semakin menguat, menunjukkan rasa muak publik terhadap praktik yang dianggap arogan tersebut.
Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno, menjelaskan bahwa sirine dan strobo seharusnya hanya digunakan sebagai sinyal darurat, bukan untuk menerobos kemacetan. "Penyalahgunaan dan klaim hak istimewa yang tidak tepat menjadi akar masalahnya," tegas Djoko. Ia menambahkan, seringkali kendaraan pribadi atau pejabat yang tidak dalam keadaan darurat menggunakan strobo untuk menghindari kemacetan, menciptakan persepsi bahwa strobo adalah simbol status dan bukan alat keselamatan.

Djoko menekankan bahwa praktik ini menimbulkan ketidakadilan dan memicu kemarahan publik. Penggunaan sirine dan strobo yang tidak sesuai peruntukannya telah melukai rasa keadilan masyarakat dan dianggap sebagai bentuk kesewenang-wenangan. Kondisi ini, menurutnya, membuat masyarakat semakin enggan memberi jalan, bahkan cenderung menolaknya. Publik menuntut agar pejabat dan pengguna jalan lainnya menaati aturan lalu lintas dan mengantre seperti warga biasa saat terjadi kepadatan.

Related Post
Tinggalkan komentar