Cerita.co.id – Penerapan aturan kemasan rokok polos dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) berpotensi merugikan negara hingga Rp27,7 triliun. Hal ini diungkapkan oleh Ekonom Senior Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Tauhid Ahmad dalam diskusi "Badai Baru Ancam Industri Tembakau: Rencana Kemasan Polos Tanpa Merek" di Parle Senayan, Jakarta, Kamis (19/9/2024).
Baca Juga
"Penerapan kemasan polos, selain berdampak pada penurunan penerimaan negara dari cukai, juga akan merugikan negara sebesar Rp27,7 triliun," jelas Tauhid. "Total kerugian negara akibat tiga Peraturan Pemerintah (PP) yang telah dihitung mencapai Rp58 triliun, dan dengan tambahan Rp27,7 triliun ini, dampaknya akan sangat besar bagi penerimaan negara."
Meskipun kemasan polos telah diterapkan di sejumlah negara, Tauhid menekankan bahwa setiap negara mengalami masalah yang berbeda-beda. Di Skotlandia, misalnya, konsumen kesulitan memilih varian merek karena desain kemasan yang seragam. Di New Zealand, penelitian tahun 2023 oleh Edward menunjukkan penurunan brand awareness dan pengaruh nama merek.
"Di New Zealand, brand awareness turun drastis dari 28% menjadi 13%," ungkap Tauhid. "Hal ini menunjukkan bahwa konsumen kesulitan mengingat nama merek akibat kemasan polos."
Indef menilai bahwa dua kebijakan inisiatif Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tersebut telah memicu kontroversi dan tantangan signifikan. Kepala Pusat Industri Indef Andry Satrio Nugroho menilai bahwa kedua regulasi tersebut belum mempertimbangkan dampaknya terhadap para pengusaha dan industri secara keseluruhan.
"Ironisnya, PP 28/2024 dan RMPK yang seharusnya fokus pada aspek kesehatan, justru berimbas pada perekonomian, bahkan sebelum manfaat kesehatan dirasakan oleh masyarakat," ujar Andry. "Kebijakan ini, yang terkesan terburu-buru diterapkan, malah menambah beban bagi sektor tembakau yang sudah menghadapi kesulitan."
Salah satu isu utama adalah penerapan kemasan rokok polos tanpa merek melalui draft RPMK yang tengah didorong oleh Kemenkes. Kebijakan ini bertujuan untuk menstandarkan kemasan produk tembakau, namun memicu kontroversi karena menghilangkan unsur merek atau hak kekayaan intelektual pada produk.
Tinggalkan komentar