Cerita.co.id – Meskipun serapan beras oleh Perum Bulog mencapai 908.000 ton hingga September 2024, harga beras di Indonesia tetap menjadi yang paling mahal di kawasan ASEAN. Hal ini menimbulkan pertanyaan, mengapa harga beras di Indonesia tetap tinggi, padahal serapan beras di tingkat petani dalam negeri mencukupi?
Baca Juga
Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, mengatakan bahwa realisasi penyerapan beras Bulog meningkat. Pada tahun 2022, serapan mencapai 994.000 ton dan naik menjadi 1 juta ton di tahun 2023. "Nah di tahun ini sampai minggu ketiga September sudah 908 ribu ton, sehingga kita bisa optimis di akhir 2024 nanti, penyerapan Bulog bisa terus meningkat," ujar Arief, Kamis (26/9/2024).
Meskipun belum merespons klaim harga beras RI termahal di ASEAN, Arief menegaskan bahwa serapan dan alokasi beras untuk bantuan sosial (bansos), berupa beras 10 kilogram (kg), dapat membantu petani dan masyarakat. "Pemerintah selama ini konsisten menjaga kesejahteraan petani dalam negeri. Badan Pangan Nasional bersama Bulog membantu penyerapan produksi beras hasil petani kita yang kemudian kita salurkan ke berbagai program intervensi, termasuk bantuan pangan beras seperti hari ini," paparnya.
Senada dengan Arief, Direktur Utama Perum Bulog, Wahyu Suparyono, menyampaikan bahwa perusahaan bakal menambah pasokan beras dengan melakukan pengadaan dalam negeri sebesar 600.000 ton. "Kami sedang dan akan melakukan pengadaan dalam negeri sebanyak 600.000 ton, mudah-mudahan minta doanya untuk penyanggah seluruh Indonesia bisa kita peroleh dengan harga yang sesuai dengan kebutuhan, termasuk Beras PSO dan Komersial," ucap Wahyu.
Dengan serapan beras yang tinggi dan upaya Bulog untuk menambah pasokan, diharapkan harga beras di Indonesia dapat segera turun dan selaras dengan harga beras di negara ASEAN lainnya.
Tinggalkan komentar