Cerita.co.id – Rencana aturan baru soal kemasan rokok yang tertera dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Rancangan Permenkes) dan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP 28/2024) tengah menjadi sorotan. Pasalnya, aturan ini berpotensi mengancam penerimaan cukai rokok yang selama ini menjadi salah satu sumber pendapatan penting bagi negara.
Baca Juga
Data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menunjukan realisasi penerimaan cukai hasil tembakau mencapai Rp213,48 triliun hingga akhir 2023. Angka ini hanya mencapai 91,78% dari target APBN 2023, meskipun masih lebih tinggi dari target Perpres No. 75/2023.
Elizabeth Kusrin, Direktur Indonesia Budget Center, mengungkapkan kekhawatirannya. Menurutnya, aturan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek berpotensi meningkatkan peredaran rokok ilegal. Hal ini tentu berdampak buruk pada penerimaan negara dari cukai rokok dan pajak-pajak lain terkait industri tembakau.
"Penurunan penerimaan tersebut akan berdampak langsung pada kemampuan pemerintah untuk membiayai program-program pembangunan yang mendukung pertumbuhan ekonomi," tegas Elizabeth.
Di sisi lain, PP 28/2024 dan Rancangan Permenkes juga memuat poin-poin yang membatasi peredaran rokok. Hal ini menimbulkan pertanyaan, bagaimana pemerintah bisa menargetkan kenaikan pendapatan dari cukai rokok, serapan tembakau dari petani, dan penambahan tenaga kerja di sektor ini?
Piter Abdullah, Direktur Eksekutif Segara Research Institute, menyatakan bahwa berbagai desakan aturan untuk industri tembakau bisa berakibat fatal. Industri ini memiliki mata rantai yang panjang, melibatkan banyak pihak dari hulu hingga hilir.
Aturan baru ini menjadi dilema bagi pemerintah. Di satu sisi, pemerintah ingin menekan konsumsi rokok demi kesehatan masyarakat. Di sisi lain, penerimaan cukai rokok menjadi sumber pendapatan penting yang dibutuhkan untuk membiayai berbagai program pembangunan.
Tinggalkan komentar